Mendaki Gunung Penanggungan (bagian 1)


Jangan sekali-kali meremehkan alam!
Iya! Jangan! Sekecil apapun prasangkamu itu!

Karena kalau tidak! Alam akan membuktikan sebaliknya!

Beberapa waktu yang lalu aku diajak saudaraku untuk kembali mendaki gunung. Sebuah pendakian pertama setelah hampir 17 tahun pendakian terakhirku ke gunung Arjuno. Setelah menimbang-nimbang gunung mana yang akan kita daki akhirnya kita memutuskan untuk mendaki Gunung Penanggungan via tamiajeng. Relatif dekat dari rumah juga.Padahal pengenku sih kembali lagi ke Arjuno tapi karena aku belum pernah ke Penanggungan jadi ini opsi yang menarik.

Karena alat-alat pendakianku sudah pada hilang entah kemana, akhirnya aku membeli keril sebagai modal awal. Keril yang akan aku beli ini sebetulnya punya saudaraku itu yang belum pernah dipakai sama sekali. Karena dia lagi tergila-gila dengan konsep ultralight hiking jadinya keril itu tidak digunakan. Kerilnya adalah keril Eiger 60 L dengan tipe Rhino.

Sengaja aku memang mencari keril dengan kapasitas yang besar karena pendakian kali ini aku ingin mengajak istri dan anak juga. Dengan pertimbangan karena ini pendakian pertama keluarga jadi sebisa mungkin perbekalan yang bisa aku bawa masuk ke kerilku sedangkan mereka cukup membawa perbekalan secukupnya. Nah ini rupanya rencana yang buruk hehehe....😖

nanti akan aku ceritakan ketika proses pendakian.

Selain keril, aku juga mulai membeli kompor, nesting, headlamp, powerbank dan lain sebagainya. Pengen juga membeli tenda namun dengan pertimbangan aku tidak terlalu sering melakukan pendakian jadi untuk tenda aku cukup menyewa saja dari toko otutdoor yang menyediakan. Kemudian tak lupa makanan baik makanan utama dan snack serta minuman aku persiapkan.

Karena pada pendakian kali ini selain kami bertiga ada juga dua saudaraku yang turut serta, ikut juga satu teman sekantorku yang belum pernah mendaki. Aku berbelanja konsumsi agak berlebihan, karena kupikir sekalian mengcover mereka. Ya itung-itung piknik juga. Sehingga berat semua perbekalan sangat overload. Beras, nugget, mie instan, minyak goreng dan lain sebagainya masuk ke dalam keril. Belum lagi karena di Gunung Penanggungan tidak ada sumber air maka aku, istri dan anakku masing-masing mendapat jatah dua botol berukuran 1,5 liter dan 0.5 liter satu botol. Dan separuh diantaranya masuk ke kerilku juga. 

Jadinya sangat berat, namun karena aku terlalu excited jadinya tidak mempedulikan hal itu. Sebuah kesalahan yang besar.

Pagi hari kami berlima (aku sekeluarga dan dua saudaraku) berkumpul di rumahku sedangkan teman kantorku langsung berangkat ke tamiajeng karena rumahnya ada di Surabaya. Dengan mengendarai sedanku kita berangkat ke tamiajeng melalui Krian, Mojosari dan Trawas. Perjalanan yang memakan waktu 1.5-2 jam kita lalui dengan santai karena memang kita juga tidak terburu-buru waktu.

Sesampainya di basecamp Tamiajeng, kelar memarkir kendaraan kita sarapan dulu sekalian cek ricek barang bawaan. Memang beda makan di daerah pegunungan dan di perkotaan. Soto yang rasanya seperti itu terasa nikmat sekali. Apalagi karena memang kami belum sarapan hehehe....ya jelas!

bersambung ke bagian 2

Komentar