Dulu? Boro-boro. Kenapa? Karena dulu aku dan teman-teman mendaki gunung itu ya bagaikan bermain-main di halaman belakang rumah. Mungkin hanya keril dan matras yang layak sedangkan yang lain? jauh dari kata layak. Bahkan pernah dulu aku menggunakan jas hujan versi kelelawar sebagai shelter. Sleeping bag dulu juga suatu hal yang nggak murah.Tetapi karena hasrat naik gunung sudah menggebu-gebu ya sudah! berangkat saja.
Ah pengalaman yang seru.
Pada pendakian kali ini, dibanding mengenakan sepatu, aku dan keluarga cukup mengenakan sandal gunung, kaos berbahan katun dan celana tigaperempat. Simple saja.
Perjalanan dari basecamp ke pos satu masih berupa jalan berbatu dan dikelilingi perkebunan warga. Karena ini pendakian pertama setelah 17 tahun vakum ya sudah barang tentu aku bahagia tiada tara hehehe..
Namun disinilah masalah baru dimulai.
Masih ingat dengan kerilku yang overload? Ya baru di pos 1 saja. Nafasku sudah ngos-ngosan. Kebahagiaan tadi berubah menjadi kekecewaan. Bagaimana tidak? Seharusnya di sepanjang perjalanan aku bisa menikmati sebuah "proses" pendakian. Aku malah merutuki beban berat yang harus aku bawa. Jalur yang sebetulnya menyenangkan menjadi terasa menyebalkan. Tidak bisa terhitung harus beberapa kali aku beristirahat barang sejenak untuk mengistirahatkan diri dari pos 2 dan pos 4.
"Tim pendakian kali ini"
"Berat bos....!!!"
"saudaraku Faiz dan Alvin dengan konsep UL-nya"
"Jalurnya curam bener ya bel?"
"Ayo semangat nda!"
Nah, dari pos 4 ke puncak bayangan inilah beban berat semakin menjadi-jadi. Sebagai informasi saja, di Gunung Penanggungan dari pos 1 ke pos 4 jalurnya merupakan jalur setapak. Tanjakan juga tidak seberapa ektrim. Barulah dari pos 4 ke puncak bayangan inilah mental pendaki benar-benar diuji. Jalur sudah tidak lagi dilalui dengan berjalan saja tetapi benar-benar mendaki. Lutut bertemu mulutpun sudah hal yang biasa. Bahkan trekking pole tidak lagi bisa membantu karena kita harus berpegangan pada bebatuan dan akar-akar pepohonan yang ada.
Walhasil, hanya beberapa langkah ke atas saja aku sudah harus berhenti untuk mengumpulkan tenaga. Dan yang paling parah menjelang puncak bayangan kedua kakiku nyeri dan kram di bagian lutut secara bergantian. Kedua saudaraku dan istri serta anakku aku suruh ke atas dulu untuk menyiapkan tenda dan lain sebagainya. Aku dan temanku yang bernama Afif agak belakangan. Kondisi ini diperparah dengan outfit yang aku kenakan.
Ternyata mendaki gunung dengan kaos bukanlah keputusan yang bijak. Karena bahan tersebut menyerap keringat dan lama-kelamaan akan menambah berat beban kita. Celana pendek tiga perempat juga bukan terutama untuk gunung dengan tanjakan yang curam, celana tersebut akan menahan pergerakan lutut kita. Jadi sedikit tips saya kalau mendaki gunung mending pakai baju model jersey berbahan quick dry dan celana bola saja biar lebih bebas.
Dan ahirnya setelah bersusah payah aku dan Afif tiba juga di puncak bayangan sore hari. Rencananya kami akan menginap disini semalam dan akan summit esok paginya.
Lega juga akhirnya bisa lepas dari beban tas keril yang menyiksa. Oiya tips kedua yang mungkin berguna. Bawalah konsumsi dan perbekalan seperlunya saja. Tidak usah memikirkan orang lain. Kenapa? Ya karena orang yang akan mendaki gunung sudah pasti siap dengan resiko masing-masing bukan? Dan kalo bisa masing-masing orang membawa perbekalannya masing-masing. Kesampingkan dulu ego menjadi pahlawan kesiangan hahaha.......
bersambung ke bagian 3
Komentar
Posting Komentar