Mendaki Gunung Lawu (bagian 1)



Yap betul! Pandemi memang membuat semua rencana berantakan. Setelah selesai mendaki gunung Penanggungan di akhir tahun 2019, aku berencana untuk mendaki gunung apapun itu di bulan april 2020. Tapi sehubungan dengan adanya pandemi semua rencana ditunda terlebih dahulu sampai semua mereda. Baiknya aku masih bisa sedikit menabung untuk mempersiapkan segala sesuatu serta sedikit demi sedikit mulai menonton video pendakian untuk menambah referensi demi persiapan yang maksimal. Maklum di usia hampir 40an ini tentu fisik tidak lagi bisa dibohongi hehehe...

Berikut adalah channel youtube yang sering aku tonton dikala senggang




Setelah hampir menunggu berbulan-bulan tanpa kepastian, berita baik itu datang juga. Di bulan agutus 2020 beberapa gunung sudah membuka diri untuk dikunjungi walaupun dengan prosedur kesehatan yang mesti kita patuhi. Diantaranya adalah Lawu. Sebuah gunung yang terletak di perbatasan Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Akhirnya aku, Afif (teman kantor sekaligus yang pernah menemaniku ke gunung Penanggungan) serta Niken (teman kantor) sepakat untuk mendaki gunung Lawu via Cemoro Sewu dengan pertimbangan jarak yang dekat.

Namun tak lama kemudian terdengar kabar ada musibah seorang pendaki yang meninggal  disana akibat hipotermia. Akibatnya jalur pendakian cemoro sewu ditutup sementara setelah beberapa hari dibuka. Turut berduka.....


Ya sudah akhirnya kami memutuskan untuk merubah rencana yaitu mulai start pendakian melalui candi cetho. Jalur pendakian yang terkenal dengan keindahan sabana kawasan pasar dieng yang mistis dan pesona alam sepanjang jalur pendakian.

Pada awalnya kami memang berencana untuk membawa kendaraan sendiri dari rumah sampai ke basecamp. Namun dengan perubahan jalur pendakian membuat kami harus berpikir ulang. Naik kendaraan umum tentu bukan pilihan utama karena selain membutuhkan waktu lama juga mengharuskan kami pindah beberapa jenis armada mulai dari rumah sampai basecamp candi cetho, serta kami masih harus mawas diri di musim pandemi ini, walaupun kami semua sebelum pendakian sudah melakukan rapid test dengan hasil non reaktif. Membawa kendaraan sendiri juga bukan opsi yang terbaik apabila memikirkan fisik yang pasti sudah habis saat pulang nanti. Akhirnya opsi menyewa jasa travel menjadi pilihan kami, walaupun agak mahal paling tidak sangat efisien dari segi waktu dan tenaga, serta yang paling penting kami bisa menentukan titik antar jemput di rumah kami masing-masing sehingga sangat praktis.

Setelah browsing kesana kemari akhirnya kami memutuskan menggunakan jasa travel argopuro. Sebuah jasa travel yang rupanya memang mengkhususkan sebagai angkutan jasa pendakian. Untuk harga PP (pulang pergi) masing-masing kami sebesar Rp.310.000 dikarenakan kami berlima, yaitu aku, istriku, Niken dan suaminya serta Afif. Apabila lebih dari itu bisa jadi lebih murah.


perbekalan pendakianku bersama istri

Waktu pemberangkatan kami sepakati pada hari jumat, tanggal 28 Agustus 2020 malam. Dengan estimasi sampai di basecamp candi cetho pagi dan kita bisa langsung melakukan pendakian. Namun ketika pemberangkatan ada sedikit drama. Trekking pole milik Niken rupanya tertinggal di rumahnya di Surabaya. Terpaksa travel yang sudah menjemputku pada pukul 11.00 harus kembali lagi ke Surabaya. Beruntung sih ayah Niken bersedia mengantarkan barang yang tertinggal di exit tol Gunung Sari sehingga mobil travel tinggal keluar kemudian putar balik masuk tol lagi untuk menuju ke Candi Cetho.

Rupanya drama tidak berhenti di situ saja. Kami yang sejak awal naik mobil memang memutuskan untuk tidur mengumpulkan tenaga untuk esok hari tiba-tiba harus terbangun mendadak. Sekitar pukul 02.00 pagi mobil travel tiba-tiba terhenti dan sedikit mundur ke belakang. Rupanya mobil tidak kuat untuk melewati tanjakan yang sangat curam. Aku, istriku dan Niken yang sedari tadi duduk di tengah memutuskan untuk turun sejenak. Aku kemudian mencari batu untuk mengganjal roda belakang agar mobil tidak mundur. Mobil maju perlahan dengan masih aku di sisinya agar ketika mobil berhenti aku siap meletakkan batu pengganjal. Alhamdulillah, setelah beberapa saat mobil bisa kembali melaju seperti biasa. Ternyata saat itu kami tidak melewati jalan reguler, sang sopir rupanya memutuskan melewati jalan alternatif melalui jogorogo yang memang sedikit lebih berbahaya.

aku di depan basecamp pendaki candi cetho

Pada pukul 03.00 kurang lebih, kami sudah sampai di basecamp pendakian candi cetho. Suasana sangat hening walaupun di beberapa warung masih terlihat aktivitas pendaki yang sedang beristirahat. Melihat basecamp pendaki yang sangat penuh, kami memutuskan untuk beristirahat di tempat loket pembelian tiket wisata candi cetho. Sejenakpun kami beristirahat dengan jeda sholat subuh di masjid yang terletak sedikit di bawah basecamp.

Pukul 05.30 langit sudah terang. kami berkemas-kemas untuk kemudian mencari sarapan di sekitar tempat kami beristirahat. Dengan menu pecel khas lawu dan teh hangat, kami menikmati sarapan dengan sangat santai. Dari jauh pemandangan kota terhampar sangat indah membuat suasana sangat asyik. Selesai sarapan tak lupa kami juga membeli nasi bungkus untuk persiapan bekal makan siang nanti di jalur pendakian agar praktis.

menikmati sarapan dengan menu nasi pecel khas lawu

Bersama istri tercinta ^_^

Waktu sudah menunjukkan pukul 06.30, kami kemudian segera bersiap-siap untuk berjalan di pos pendaftaran. Secara administratif, Gunung Lawu ini sangat mudah, pendaki tidak perlu harus registrasi secara online terlebih dahulu serta tidak perlu membawa surat kesehatan. Untuk era new normal ini pendaki cukup membawa masker dan hand sanitizer serta komitmen untuk menjaga jarak antar individu selama pendakian. Di pos pendaftaran rupanya kami sedikit keliru, kenapa? karena formulir pendaftaran bisa didapatkan di basecamp pendakian. Rupanya di jalur candi cetho ini banyak basecamp yang bisa digunakan oleh pendaki. hhmm baru tahu...Namun hal itu tidak menjadi persoalan karena toh akhirnya kami diberi formulir di pos pendaftaran juga.
Setelah selesai menyelesaikan urusan administratif, kami bersiap-siap kembali. Aku melepas jaket dan celana panjang dengan hanya menyisakan baselayer dan celana pendek serta knee support (hehehe...) sedangkan istriku juga menggunakan baselayer dengan jogger pants anti airnya. Kami pun siap untuk mendaki gunung lawu.

berpose di depan gerbang selamat datang

bersambung ke bagian 2

Komentar

Posting Komentar