Mendaki Puncak Mahameru (bagian 2)



Memulai pendakian jam 10 pagi  bahkan lebih tampaknya menjadi sebuah kewajaran di gunung semeru. Maklum saja karena administrasi pendakian disini lebih rumit dibandingkan dengan gunung yang lain berikut juga kegiatan briefing pendakian oleh petugas terkait materi pendakian yang sangat lengkap dan detail serta dilakukan secara bergantian terlebih saat pandemi. Tentu tidak ada yang keberatan karena sejatinya hal ini memang sebagai langkah antisipasi agar pendakian yang dilakukan bisa berjalan dengan lancar dan kembali dengan selamat. terutama bagi pendaki yang ingin menggapai puncak mahameru. Sekedar info saja bahwa asuransi keselamatan pendakian hanya berlaku sampai titik pos kalimati saja.

Aku, fais dan excel beruntung karena kami bisa menyelesaikan segala administrasi lebih cepat sehingga kami bisa lebih dahulu berangkat. Dengan ketentuan dua hari satu malam mau tidak mau membuat kami harus mengatur jadwal sedemikian padat walaupun fisik mau tidak mau harus dipaksa lebih keras. Dengan berangkat lebih dahulu minimal target kita sampai di pos kali mati sebelum malam menjelang bisa terpenuhi. Setelah selesai sarapan pagi, memarkir kendaraan dan ricek perlengkapan lagi kami memulai pendakian.

Di pendakian gunung manapun, trek terberat adalah trek di awal yaitu dari basecamp menuju ke pos 1. Begitu juga dengan di semeru. Dengan kontur jalan berupa paving yang sudah rusak dan sempit, ditambah pula dengan sinar matahari yang menyengat membuat trekking menjadi sedikit lebih berat. Iya sedikit! karena jalur antara basecamp dan pos 1 masih terbilang sangat landai dengan beberapa tanjakan yang tidak terlalu terjal. Keputusanku mengenakan celana pendek sebagaimana pendakianku terakhir di gunung lawu rupanya keputusan yang salah. Aku lupa, hari ini masih hari kedua gunung semeru kembali dibuka setelah satu tahun ditutup. Semak belukar sepanjang perjalanan cukup tinggi dan sangat mengganggu. Risih dan gatal. Tetapi karena nanggung dan tidak ada tempat yang representatif untuk berganti celana panjang, ya sudah! anggap saja goresan-goresan ilalang sebagai ucapan selamat datang di gunung semeru. Halah! hehehe

Setelah kira-kira satu jam atau lebih, sampai juga kita di pos satu. Seperti biasa, selain kami beristirahat, kami sempatkan juga berbincang-bincang dengan pendaki lain. Namun sayangnya kali ini para penjual di pos tidak ada, padahal sedari awal pendakian target kami adalah mencicipi buah semangka khas gunung semeru sembari basa-basi menghabiskan waktu. Kelar menghabiskan separuh energy bar dan merapikan kembali peralatan dan perbekalan kami kembali melanjutkan perjalanan menuju ke pos 2.

Jalur dari pos 1 ke pos 2 juga masih terbilang landai, berbeda jauh dengan jalur gunung lawu via cetho dimana kondisi mulai dari basecamp sampai pos 5 terjal sekali dan hampir tidak ada bonus sepanjang perjalanan. Kondisi pos 1 ke pos 2 sangat bersahabat, tetapi jalurnya sangat panjang dan sempit. Bahkan aku sampai tidak menggunakan trekking pole karena seringkali tersangkut ilalang sisi jalan setapak. Beruntung vegetasi mulai lebat sehingga terik matahari tidak lagi mengganggu. Tidak terlalu berbeda, durasi perjalanan dari BC ke pos 1 dan pos 1 ke pos 2 hampir sama. Karena sedari awal kita memang berniat untuk touchdown di kalimati sebelum petang jadi ketika kita sampai di pos 2 dan pos 3 kita tidak terlalu lama-lama beristirahat.

Nah baru dari pos 3 menuju ke pos 4 lah jalur mulai menguji kami. Terjal! sangat terjal! baru beberapa langkah aku sudah kehabisan nafas. Melangkah lagi beberapa langkah kemudian istirahat lagi. Hadeh! lemah!! eh namun setelah beberapa saat jalur landai kembali dengan kontur naik turun. Bahkan lebih banyak jalur menurunnya. Ya enak sih! cuma aku berpikir ini pasti akan berat ketika kita kembali turun nantinya apalagi dengan kondisi fisik yang sudah pasti terkuras habis. 

Namun segala kekhawatiran itu mendadak sirna tatkala dari kejauhan danau ranu kumbolo mulai terlihat. Indah sekali. Inilah alasan sebenarnya orang-orang masih ingin mengunjungi gunung semeru walaupun sudah berkali-kali. Kami seperti mendapatkan suntikan semangat lagi setelah beberapa jam berjalan mengelilingi punggungan perbukitan. Dengan cuaca yang sangat mendukung tentunya kesempatan ini tidak kami sia-siakan untuk mengambil gambar.




Tak perlu berlama-lama kami segera turun menuju ke lokasi ranu kombolo. Nah karena terlalu bersemangat. Kami lupa dengan kondisi fisik sebenarnya. Jadi ketika kami melewati pinggiran danau dan harus melangkahi reruntuhan pepohonan. Tiba-tiba fais mengaduh. Rupanya kakinya kram. Segera aku keluarkan spray pereda nyeri dari keril yang memang aku tempatkan di bagian tas yang mudah terjangkau. Ya karena aku tahu pasti benda ini berguna sekali selain logistik sepanjang perjalanan hehehe.....Selesai dengan fais. Kami kembali melangkah. Eh kemudian gantian aku yang sedikit kram di tempat biasa. Itu! betis sebelah kiri, yang kadang waktu tidur pun bisa tiba-tiba kaku dengan rasa sakit yang amat sangat. Hadeh!

Mungkin karena excel tidak tahu kejadian ini, dia berjalan dahulu menuju ke lokasi pos ranu pane. Aku dan fais masih di pinggiran danau sembari menunggu kaki agak pulih. Agar tidak membuang waktu, kesempatan ini kami gunakan untuk makan siang bekal nasi bungkus yang sudah kami bawa. Benar-benar makan siang yang sangat nikmat walaupun hanya dengan nasi putih, telur dadar dan kuah kari.




Beres makan siang dan kaki berangsur pulih, aku dan fais memutuskan untuk kembali berjalan ke area pos ranu kumbolo dimana excel sudah menunggu disana. Mencari tempat yang agak teduh, aku segera merebahkan diri. Capek sekali rasanya, namun bahagia. Sebuah perasaan yang luar biasa.

Teringat target kami yang masih ada separuh perjalanan, mau tidak mau kami harus segera bergegas. Namun sebelum berangkat tak lupa kami mengisi ulang air sebagai perbekalan selanjutnya. Walaupun air di ranu kumbolo terlihat bening tapi seharusnya sebelum dikonsumsi harus disaring terlebih dahulu karena kotor dengan potongan-potongan ranting dan lain sebagainya. 

Kalau pendaki lain mungkin menggunakan water filter yang mahal untuk menyaring air, kalo aku cukup menggunakan masker 3 layer yang aku bawa saja hehehe...murah dan efektif untuk kotoran, entah kalau bakteri? ^_^

Yak! sebelum kami berjalan akhirnya aku bisa berpose di depan ranu kumbolo dengan keril ditaruh di depan. Sebuah pose impian yang sudah lama aku idam-idamkan. Maklum sudah sering kali melihat foto teman-teman seperti itu sejak lama dan akhirnya kesampaian juga.




Oh iya, rupanya dari jatah maksimal 250 pendaki setiap harinya di masa pandemi, nyatanya hanya sedikit sekitar 20 sampai 40 orang yang melanjutkan perjalanan sampai ke kalimati. Sisanya lebih memilih menghabiskan waktu untuk camping ceria di ranu kumbolo. Jatah dua hari satu malam untuk masing-masing pendakian memang harus dipertimbangkan dengan baik segala sesuatunya.
Setelah melewati tanjakan cinta dan oro-oro ombo sampai juga kita di cemoro kandang. Sedikit ngebut memang karena waktu sudah lewat tengah hari dan disini pula pendaki yang akan menuju kalimati secara tak sengaja sudah menjadi satu kelompok besar. Walaupun ketika berjalan juga seringkali salip-salipan.

Nah ini! dari cemoro kandang menuju jambangan inilah kondisi fisik benar-benar diperas dan harus dipaksa sedemikian rupa. Ditambah lagi medan yang menanjak terus tanpa bonus, membuat kami bertiga dan kelompok lain seperti putus asa. Bahkan ada suatu kesempatan, kami semua yaitu belasan pendaki, hampir tertidur karena kelelahan ketika beristirahat di sebuah spot yang lumayan lebar. Iya! hampir semua!. Sampai ada satu pendaki yang mengingatkan untuk kembali melanjutkan perjalanan karena jambangan sudah di depan mata.

Tapi boong....hehehehe

Ya karena masih cukup jauh juga. Disini aku sudah malas untuk sekedar mengeluarkan ponsel untuk mengambil gambar. Di pikiranku hanya satu yaitu sampai di kalimati sebelum petang.
Sampai di jambangan, kami putuskan lanjut saja tanpa istirahat. Lagipula beredar isu kalau di jambangan ada kucing besar yang berkeliaran. Eh bukan isu ding tapi fakta karena jejaknya ditemukan disekitar ranu kumbolo. Jadi kami segera memacu langkah lagi takut kalau ada apa-apa hehehe...

Keluar dari hutan dengan vegetasi yang cukup lebat, sampai juga kami di sebuah padang ilalang. Akhirnya kami sampai juga di kalimati. Matahari sudah tidak lagi terlihat. Dengan segera kami segera mencari spot untuk mendirikan tenda. Sebenarnya kami ingin mendirikan tenda di bawah pohon pinus, tetapi karena ada tanda peringatan waspada longsor, kami membuka tenda tepat di depan pos kalimati.

Berpacu dengan waktu dan juga kondisi sudah berangsur gelap, akhirnya tenda-tenda kami berdiri juga walaupun masih "meletot" kesana kemari. Buru-buru aku segera masuk tenda untuk segera berganti baju agar tidak masuk angin. Maklum baju trekking sudah basah kuyup oleh keringat berikut kaos kaki juga. Nah! karena aku pake tenda tarp tent milik fais jadi aku kesulitan ketika berkemas-kemas. Maklum sempit sekali. Tampaknya tenda tipe tarp memang dirancang hanya untuk tidur saja. Sekedar untuk ganti baju saja sangat susah. Belum lagi tidak ada ruang untuk sekedar menaruh benda-benda. Jadi semalaman aku tidur bergumul dengan "klumbrukan" baju kotor wkwkwkwk....

Mungkin bagi penganut konsep pendakian ultra light, tenda tarp adalah sebuah opsi utama karena bobotnya yang sangat ringan. tetapi kalau bagiku kurang nyaman.

Pada pendakian kali ini, aku hanya berbekal dua bungkus pop mie, dua bungkus bubur instan siap makan, roti dan minuman sachetan baik itu kopi, energen dan nutrisari. Oh aku juga membawa Pocari sweat 600 ml untuk sepanjang perjalanan yang habis tepat saat tiba di camp area. Kenapa aku tidak membawa mie instan biasa? ya karena yang aku cari adalah kepraktisannya. Selain itu karena aku tidak berbakat memasak terkadang memasak mie instan pun seringkali tidak sempurna sebagaimana di rumah. Kadang-kadang "mblenyek" dan kadang kurang matang. Jadinya mengurangi kenikmatan. Sedangkan dengan pop mie aku cukup menuang air panas, ditunggu beberapa menit, sudah beres. Tidak perlu ribut bersih-bersih nesting karena gelasnya bisa kita buang.

Setelah selesai ganti baju dan makan malam, segera aku masuk ke sleeping bag bersiap istirahat untuk summit attack nanti. Terdengar sayup-sayup fais dan excel berbicara tetapi aku sudah mengantuk dan langsung terlelap walaupun hanya dengan berbantal panci nesting.

Kira-kira sekitar pukul 10 malam, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Sebetulnya aku sadar ada beberapa benda termasuk sepatu berada di vestibule tenda dan rawan basah tertimpa air. Tetapi aku tak berdaya hahahaha....rasanya malas sekali untuk bergerak. Aku memilih membiarkan saja sembari tetap memejamkan mata. Satu jam berlalu hujan belum juga berhenti. Jam 11 adalah waktu yang kupilih untuk kembali bangun untuk persiapan summit, namun tampaknya harus ditunda karena tidak memungkinkan untuk beraktivitas. Eh iya! saking derasnya, tenda tarp yang aku gunakan rupanya "ngecembeng" alias airnya tidak bisa langsung meluncur ke bawah tetapi menggenang tepat di sisi bagian kepala. Hasilnya kain tenda "nemplok" ke kepala. Hadehh..!! mungkin juga karena settingan trekking polenya kurang tinggi kali penyebab hal ini.

Sekedar informasi pada pendakian ini aku membawa tiga treeking pole. dua aku gunakan untuk treeking serta summit dan satunya sebagai tiang tenda. Sempat diketawain juga sih sama pendaki lain yang nampaknya sudah pro dan penganut konsep ultra light garis keras karena dia hanya membawa satu trekking pole saja tapi setelah itu dia kualat. Karena trekking polenya digunakan untuk tiang tendanya yang dari flysheet dengan bentuk piramid maka dia summit dengan bantuan frame tenda sebagai trekking pole. Bisa jadi dia menukar trekking pole dengan frame tenda karena frame tendanya tidak kuat sebagai tiang tenda apalagi saat dihantam angin.. Eh besok siangnya patah tuh frame saat dipakai summit hahahah...makanya jangan sok ngatain! 

Ingat safety first bro! safety first!

Jam 1 dini hari hujan sudah mulai mereda. Gerimis tipis-tipis masih manyapu kawasan kalimati. Kami segera bersiap-siap untuk summit attack. Di tenda sebelah juga sudah mulai terdengar aktivitas pendaki. Aku mengisi perut dengan sepotong roti sekedarnya walaupun pengennya sih bikin energen apa gitu tapi gak sempat! Iya! mana sempat! keburu terlambat untuk summit nantinya. hehehe oh iya Tak lupa head lamp dan jas hujan siap kami kenakan.

Jam 2 kami dan mayoritas pendaki mulai melakukan summit attack. Sebetulnya ini sangat terlambat bila dibandingkan dengan jadwal pendakian yang ideal tapi daripada tidak sama sekali, maka kami harus menuntaskan pendakian kali ini. Diawali dengan vegetasi hutan yang sangat lebat dan kontur jalur yang terjal serta dinginnya malam berikut hujan membuat jalan kami , eh aku menjadi sangat lambat. Belum lagi kadar oksigen yang tipis membuat asmaku kambuh. Jadi mau tidak mau inhalerku aku keluarkan  untuk membantu pernafasan. Benar-benar berat!

Banyak pita-pita baru sebagai penanda jalur. Ada pita yang mempertegas jalur lama ada juga pita yang menunjukkan perubahan jalur. Usut punya usut ternyata saat kawasan pendakian tertutup selama telah terjadi longsor di puncak semeru. Bahkan jalur summit ini sudah berbeda dengan jalur tahun kemarin. Bukti konkretnya adalah sudah tidak ada arcopodo di jalur summit kali ini.

Entah satu atau dua jam dari kalimati, medan sudah tidak lagi bertanah tetapi sudah mulai berpasir. Langit sudah mulai terlihat yang berarti kami akan segera beranjak dari kawasan hutan dan mulai memasuki kawasan jalur puncak mahameru. Di tengah-tengah kami beristirahat, si excel tiba-tiba bilang kalau dia kebelet boker. Ah ada-ada saja! Ya sudah, sama faiz disuruh cari tempat buat boker dulu daripada ditahan-tahan. Setelah beberapa menit mencari spot, excel kembali dan bilang "wes engko ae lah!" hadeeehhh......

Setelah istirahat dirasa cukup, kami mulai lagi perjuangan yang sesungguhnya yaitu mendaki puncak mahameru. Benar kata orang bila di jalur semeru, kita melangkah tiga langkah tetapi hanya dapat satu langkah karena longsor dan kembali lagi ke tempat semula. Bahkan ada satu kesempatan, aku duduk di batu yang lumayan besar buat istirahat, eh batunya ikutan melorot ke bawah. Di jalur ini penggunaan tracking pole wajib hukumnya serta cara berjalan kita tidak lurus ke atas tetapi agak menyerong atau zig zag kanan kiri agar lebih efektif.

Rasanya waktu berjalan dengan sangat lambat. Langkah juga semakin berat. Sangat berat. Ingin rasanya kupaksa kaki melangkah dengan cepat, tetapi tidak bisa. Tiap kali kaki menapak tanah, pasti bakal langsung tenggelam sampai mata kaki. Capek. Namun apabila aku berdiam diri untuk beristirahat cukup lama, hawa dingin langsung menusuk dan membuat kulit mati rasa. Jadi mau tidak mau aku harus terus bergerak walaupun lambat. Fais sudah agak jauh di atas, sedangkan excel mendampingiku.

Kemudian samar-samar sinar matahari mulai menerangi langit pagi itu. Puncak mahameru pun mulai terlihat jelas. Masih terlihat sangat jauh dan tenaga pun sudah habis rasanya. Ingin aku menyerah. Iya! Menyerah! tetapi kalo saykoji saja bisa sampai puncak, kenapa aku nggak? Hal inilah yang membuat semangatku tumbuh dan berkobar kembali. Lagi pula sangat amat sayang kalau aku tidak sampai puncak. Kapan lagi coba? usia juga sudah hampir 40 tahun ini dan ini adalah kali pertama aku kesini. Oke! harus sampai puncak!

Kira-kira pukul 8 pagi, aku sudah merapat ke tepi puncak mahameru. Walaupun bertemu dengan beberapa pendaki yang akan turun kembali semangat kembali berkobar. Tenaga kuperas habis-habisan. Dari atas terlihat fais memberi semangat. Dan akhirnya setelah melewati bebatuan besar akhirnya aku sampai juga di akhir perjalanan ini di puncak abadi para dewa dan atap pulau jawa, mahameru. Senang dan haru bercampur menjadi satu. Kemudian dengan langkah perlahan, aku menuju ke tiang bendera sebagai penanda puncak. Mematung aku di sana. Bangga!


bersambung




Komentar

Posting Komentar